Entri yang Diunggulkan

Dahulu Mana, Telur dan Ayam?

Pertanyaan klasik dan ajeg yg jadi bahan debat tanpa ujung jika ngrembug bab Sangkan adalah... . . . . . Disit ndi endog karo pitik? (Dulu m...

Jumat, 06 Mei 2011

Berlalu Tanpa Makna Sekejap Menoreh Arti

Seringkali… sesuatu berlalu tanpa makna
Lenyap tanpa kesan, hilang tak berbekas
Seperti asap yang tertiup angin…

Saat ditanya tentang hal itu…
Tak kan sanggup menjawab
dan berpikir berulang kali
Tuk mengingatnya…
namun tiada hasil…

Karena sesuatu yang berlalu tanpa makna,
lenyap tanpa kesan, dan hilang tak berbekas…
Akan terlupakan begitu saja.

Kadang… walau sekejap dialami…
Sesuatu torehkan kenangan yang tak kan terlupakan
Membawa kesan yang sarat makna dan terpatri di dasar hati
Membekas begitu dalam di relung jiwa

Saat dia hadir…
Semua kenangan kan muncul begitu saja
Dan berjalan di hatimu seperti sebuah film

Torehkan pedih dan perih…
Bila kenangan itu penuh luka menyakitkan

Tebar kasih yang hangat,
damai dan sarat kebahagiaan…
Jika kenangan itu indah dan menyenangkan

Pengkhianatan
selalu torehkan luka dan dendam

Kesetiaan
selalu tebar keharuan dan cinta kasih

Kegagalan
bawa sesal mendalam atas kesalahan langkah kita

Keberhasilan
hadirkan kepuasan dan kebahagiaan
atas apa yang kita perjuangkan

Sesuatu yang tiada arti… tiada makna
Kan berlalu dan hilang bersama angin yang berhembus!

Ambivalensi

Tuhanku Yang Maha Penyayang…
Ada beberapa hal yang bertentangan dalam firman-Mu… dan di firman lain… kedua hal yang bertentangan itu mendapatkan semacam pengesahan dari-Mu… aku tak tahu… apa maksud semua ini…
Saat Kau berfirman bahwa, orang yang melanggar perintah-Mu dan menjalankan larangan-Mu maka akan Engkau siksa dengan siksa yang amat pedih, dan akan Engkau beri azab yang sangat menyakitkan…
Namun, kenyataannya?
Banyak umat-Mu yang senantiasa melanggar hukum-Mu tetap senang, bergelimang kemewahan, harta benda dan kekuasaan hanya karena ia tekun berusaha untuk merubah nasibnya (meskipun di jalan yang salah).
Saat Engkau berfirman, manusia yang senantiasa tunduk kepada-Mu akan Engkau beri nikmat yang lebih, akan Kau beri kebahagiaan.
Kenyataannya banyak orang yang tidak bahagia… meskipun ia berusaha untuk men-dapatkannya… (ia tunduk terhadap perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu Ya Rabbi).
Tuhanku… Engkau berfirman, ”Aku senang mendengar doa umat-Ku.” Akan tetapi, apakah karena Diri-Mu Yang Agung ini senang mendengar doa umat-Mu yang memohon dengan sepenuh hati, lalu Engkau menunda rizki yang semestinya dia dapatkan? (aku tahu, jika hanya doa, itu percuma, harus ada usaha maksimal untuk mendapatkan apa yang diinginkan, diiringi doa).
Namun, mengapa insan yang telah berusaha, tetap saja rizkinya Kau tunda hanya karena Engkau senang mendengar doa umat-Mu? Apakah itu karena umat-Mu telah mencapai batas maksimal dari takarannya?
Apakah karena dia sudah sampai pada garis yang ditetapkan? Sebagaimana ajaran para Orang Suci,  “ Manusia lahir telah membawa empat hal. Hidup, mati, jodoh dan rizki.”
Tuhanku… sesungguhnya, aku tak memahami semua ini… (pada dasarnya, manusia memang tak kan bisa memahami ketentuan Sang Maha Takdir, karena itu diluar batas kemampuannya).
Tuhan… sampai saat ini, hanya satu yang kupahami dengan pasti… semua usaha akan memperoleh hasil, terlepas dari patuh tidaknya pelaku usaha itu kepada perintah dan larangan-Mu.
Tuhan… pertanyaan tadi seolah ingin memungkiri Kekuasaan-Mu Yang Maha Agung, namun… sebenarnya tidak. Karena semakin aku berpikir, semakin terbuka pemahamanku tentang hal yang kutanyakan. Semakin kuyakini bahwa Engkau selalu memberi apa yang diminta umat-Mu, meskipun ia mengingkari-Mu.
Bahwa nasib orang telah digariskan, tetapi… Engkau memberi kebebasan untuk orang itu mengubahnya sebagaimana firman-Mu:
”Nasib suatu kaum tak akan berubah sampai kaum itu sendiri yang (berusaha) merubah nasibnya.” Di firman ini tak disebutkan, apakah saat (berusaha) merubah nasib, kaum tersebut harus beriman kepada-Mu atau… tidak beriman.
Allah Yang Maha Mencintai, Engkau mencintai tanpa batas, tanpa membedakan…
Tuhanku, semakin aku sadari, bahwa manusia diharuskan untuk mencari makna sejati, arti hidup manusia itu sendiri. Manusia harus mengetahui mengapa dia hidup di bumi… harus berusaha untuk mendapatkan keinginannya… semakin ku pahami bahwa, manusia memang memiliki batas maksimal dikehidupannya. Dan hanya dengan kekuasaan-Mu serta ridho-Mu lah yang mampu membuat manusia melampaui batas maksimal itu.
Mungkin pemikiranku terlalu naif, terlalu aneh, terlalu mengada-ada… terlalu picik, bahkan mungkin… memberontak! Tapi ku tak peduli… bagiku, semua adalah sesuatu yang kurasakan, kualami, kunikmati, kupahami sebagai suatu pengalaman pribadi, sebagai sesuatu yang aku alami sendiri, sebagai kenyataan yang telah kujalani.
Bagiku, apa yang telah kudapat selama ini, sehingga ketika aku berpikir dan mengolah semua pertanyaan dan jawaban yang diajukan oleh siapa pun, termasuk pertanyaan dan jawaban dariku sendiri atas segala hal yang ada di kehidupan manusia, dan terutama pertanyaan seperti yang telah kuuraikan, bukan berarti aku tak mempercayai Tuhan Ada dan Maha Kuasa Atas Segalanya.
Karena pada akhirnya, jawaban yang muncul dari pertanyaan tersebut makin mengukuhkan keyakinanku, pemahamanku, pengertianku, atas keberadaan Tuhan Yang Maha Segalanya.
Bagiku, berpegang pada kenyataan hidup (baik yang berasal dari diri sendiri ataupun dari orang lain) akan membuatku lebih mantap serta terarah dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.

Pertanyaan Manusia

Dalam kehidupan ini…
Terdapat empat kriteria pertanyaan yang diajukan manusia

Pertama adalah pertanyaan yang diajukan
Orang yang tak tahu kalau dirinya tak tahu

Kedua adalah pertanyaan yang ditanyakan
Orang yang tak tahu kalau dirinya tahu

Ketiga adalah pertanyaan yang disampaikan
Orang yang tahu kalau dirinya tak tahu

Dan terakhir adalah…
Pertanyaan dari orang yang tahu kalau dirinya tahu

Ada banyak tawa dari pertanyaan yang diajukan oleh kriteria pertama
Pertanyaan yang sering diajukan oleh anak kecil…
Yang kadang ketika dijawab malahan membingungkan
Namun, masih banyak orang dewasa
Berada pada kriteria pertama

Pertanyaan kriteria kedua kan menimbulkan pemahaman seketika
Karena, dia telah tahu jawabannya namun tak menyadarinya
Layaknya orang yang bertanya:
Di mana letak rumah seseorang padahal dia ada di rumah yang dicari

Kriteria ketiga akan memunculkan tanya yang mudah dijawab
Karena pertanyaannya jelas, mudah dimengerti dan laras
Seperti: orang yang tak tahu jalan ke sekolah
Akan bertanya jalan mana yang harus diambil untuk pergi ke sekolah

Kriteria terakhir adalah pertanyaan yang diajukan
Orang yang telah mengerti masalah yang ditanyakannya
Kadang bersifat ujian
yang diberikan dari orang yang lebih pandai dari kita

Dalam kriteria manakah kau berada?

Kau tentu dapat menebak tentang dirimu sendiri… 



Catatan:

Pada dasarnya, keempat pertanyaan itu senantiasa kita ajukan sesuai dengan situasi dan kondisi kita sendiri, jadi tidak ada seorangpun di dunia ini yang selalu seperti anak kecil kalau bertanya atau selalu menguji kalau bertanya. Sebab, banyak sekali hal yang kita tidak tahu sehingga saat bertanya pun kita tidak tahu apa yang kita tanyakan, dan sedikit sekali persoalan yang kita kuasai sehingga bisa menguji seseorang dengan pertanyaan kita.

Catatan dari Sebuah Renungan

Sebuah renungan yang tak terjawab dengan mudah dan tak terpahami begitu saja…
Karena sarat dengan pertentangan nilai yang ada…
Semakin banyak aku merenung serta berdiam diri tuk bersyukur, tuk berpikir dan mencari jawaban atas semua pertanyaan yang ada di dalam kepalaku, pikiranku, akalku dan hatiku…
Semakin aku ingin menyelami kebenaran tentang Tuhan Yang Maha Agung…
Semakin aku ingin menyelami hakekat tentang manusia itu sendiri…
Ternyata…
Kebenaran Sejati, Ilmu Ketuhanan Yang Hakiki seperti lubang tanpa dasar…
Seperti sebuah Black Hole di alam semesta,  menghisap semua yang ada  disekelilingnya dan tak membiarkan tuk keluar lagi…
Kebenaran Sejati, Ilmu Ketuhanan Yang Hakiki seperti lubang tanpa dasar…
Menghisap semua pengetahuan, pemahaman dan pengertianku…
Semakin banyak aku tahu, pahami dan mengerti…
Semakin aku menyelami apa yang telah ku dapatkan…
Maka… semakin aku tak tahu apa-apa…
semakin aku merasa bodoh, semakin banyak yang ku tak tahu, semakin banyak yang tak ku pahami serta tak ku mengerti 
semakin banyak yang tak terselami…
Ku merasakan kehampaan tanpa ujung,
meskipun aku tahu, pasti ada titik akhir dari semua yang kucari…
Aku

tak tahu berapa lama untuk mencapainya…
Hingga aku mengetahui, memahami dan mengerti
Kebenaran Sejati, Ketuhanan Yang Hakiki…
Aku tak tahu akankah aku mencapai hal itu sebelum ajalku menjelang…
Atau… tak akan pernah mencapai titik akhir dari pencarianku…
Ku tahu sesuatu yang sejati selalu sulit dan penuh perjuangan untuk mendapatkannya…
Karena itulah…
aku senantiasa mencari dan mencari tanpa henti, tanpa lelah, demi memperoleh apa yang kucari,
sampai kehampaan lenyap dari dalam diriku!
Walau

pun ku tahu…
tanpa bimbingan dari orang yang telah “putus ing ilmune”, mustahil memperoleh Ilmu Sejati, Kebenaran Sejati dan Ketuhanan Hakiki…
Kadang, apa yang kudapat melenceng dari garis Kebenaran Sejati,
sehingga aku tersesat dan membuat kesalahan…
Namun… saat kudapati jawaban yang sebenarnya…
aku makin memahami apa yang sesungguhnya telah kudapati…

Semua kadang tak terpahami begitu saja…
pemikiran yang mendalam dan berulang kali…
kadang tak jua memperoleh pemahaman dan pengertian yang tepat dan benar…
Semua ada jawabannya, namun ku kadang tetap tak bisa memahami dan mengerti…
Meskipun semua kemampuanku telah kugunakan secara maksimal…
Meskipun aku telah dibimbing oleh orang yang mengetahui dan mengerti apa yang kucari tersebut…

Bagaimanapun juga, untuk semua pembelajaran, pengalaman, pemahaman, pengertian, dan… semua hal yang telah kuperoleh dari aku kecil sampai saat ini, aku tetap bersyukur atas semua yang telah kudapat, kualami. 
Terimakasih, Ya Allah Yang Maha Segalanya…

Senin, 02 Mei 2011

Sebuah Renungan

Tuhan…
Sebagai manusia, aku selalu bertanya untuk apa Kau menciptakan alam semesta dan semua makhluk yang ada di dunia ini, sementara Diri-Mu Yang Teramat Agung sudah tak memerlukan apa pun?
Tuhanku Yang Maha Tahu… Aku selalu bertanya—meskipun dalam Kitab Suci terdapat uraian untuk apa makhluk Engkau ciptakan; Untuk apa manusia ada di bumi?
Apakah tujuan-Mu menciptakan manusia dan makhluk lainnya? Apakah hanya untuk menyembah-Mu dan mempelajari apapun yang ada di alam semesta yang luas ini, serta menantikan kehidupan setelah mati, sebagaimana yang telah Engkau janjikan dalam semua Kitab Suci para Nabi, para Rasul dan para Orang Suci?
Apakah Engkau Yang Maha Segalanya membutuhkan penyembahan, pengabdian? Untuk apa sebenarnya doa dan puji, sembah dan sujud itu?
Apakah untuk membuat manusia berahklak mulia, berbudi luhur, saling mengasihi, saling mengasuh, saling mengasah dalam kebaikan, menjaga keharuman nama dan pribadi sesamanya serta untuk kehidupan sesudah mati? Apakah hanya itu ya Tuhanku?
Tuhan… sepengetahuanku, berdoa dan bersujud adalah sebuah ritual, sebagai rasa syukur atas nikmat-Mu.
Namun, aku selalu bertanya, Tuluskah ritual itu dilakukan? Atau hanya sekedar menjalankan tradisi dan menjaga gengsi di depan orang lain? Jika hanya untuk sekedar menjalankan tradisi, dan menjaga gengsi di depan orang lain, lalu apa arti sembah sujud itu?
Mengapa aku bertanya? Karena ibadah (sesuai dengan agama dan keyakinan orang per orang) adalah cara untuk menjadi manusia yang berahklak mulia, dan menjadi tameng dari segala keinginan untuk berbuat dosa…
Tetapi, dalam kenyataannya? Semua omong kosong belaka ya, Tuhanku…
Berapa banyak manusia yang melakukan sembah-sujud dan berdoa pada-Mu setiap waktu? Ratusan, ribuan, jutaan bahkan mungkin milyaran. Tetapi… kenapa manusia yang melaksanakan ritual itu tetap saja tak terlindungi dari perbuatan tercela? Banyak manusia melaksanakan semua perintah-Mu… sekaligus melanggar larangan-Mu, Tuhanku Yang Maha Agung.
Tuhan, mengapa itu terjadi? Mengapa orang yang melakukan ibadah (shalat, kebaktian, misa, dll. sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing) masih juga berbuat dosa (yang terang-terangan maupun yang secara tertutup) ?
Apakah ini terjadi karena untuk mendapatkan pengampunan dari-Mu cukup dengan bertaubat dan berjanji tidak mengulangi melanggar larangan-Mu?
Cukup membaca Istighfar maupun bersedekah (Islam), cukup melakukan pengakuan dan penebusan dosa (Kristen) dan entah ritual apalagi di agama lain yang ku tak tahu… serta berjanji tak akan mengulanginya lagi, lalu akan mendapatkan pengampunan dosa?
Pada kenyataannya, hanya sedikit yang benar-benar bertaubat, lebih banyak yang mengulangi berbuat dosa dan kembali melakukan ritual taubat untuk mendapatkan pengampunan-Mu.
Apakah semudah itu untuk mendapatkan pengampunan-Mu Ya Allah Yang Maha Pengampun?
Begitu mudahkah semua? Tanpa ada pertanggungjawaban lagi, tanpa harus pusing dengan beban dosa karena telah hilang semua dosa setelah melakukan ritual membuang dosa, ritual meminta pengampunan dari-Mu?
Ataukah aku yang begitu naif, begitu skeptis, begitu picik, begitu bodoh sehingga tak dapat menyelami kedalaman dan kesakralan ajaran yang ada tentang perintah dan larangan-Mu?
Saat aku bertanya pada orang lain, “Apakah tak ada pertanggung- jawaban dan konsekuensi atas semua perbuatan manusia, yang baik maupun yang buruk?”
Pasti akan dijawab bahwa, “Semua perbuatan pasti membawa konsekuensi dan tanggung jawab, mungkin kau bisa melihat dan merasakannya, mungkin juga tidak.”
 Tuhanku Yang Maha Mengetahui isi hati makhluk ciptaan-Nya, bagiku itu adalah jawaban standar, jawaban yang akan dijawab oleh setiap orang apabila ditanyakan hal tersebut.
Tak adakah jawaban yang lebih memuaskan dan memberi penerangan bagi jiwa yang bodoh ini?
Tuhan Yang Maha Suci, mengapa shalat, kebaktian, dan ritual keagamaan yang lainnya tetap saja susah tuk membawa manusia lepas dari perbuatan dosa—perbuatan yang merupakan dorongan dari dalam diri manusia itu sendiri karena dirinya lepas kendali?
Saat kutanyakan hal ini pada orang lain—yang mengerti tentang ajaran-Mu maupun yang hanya sekedar tahu, akan muncul jawaban, “Karena manusia kalah dengan bisikan setan, karena manusia kalah dengan bisikan hawa nafsunya sendiri. Karena dia lepas kontrol…” Dan masih banyak lagi jawaban yang serupa itu.
Namun, bagiku jawaban itu merupakan jawaban biasa yang secara tidak langsung memaklumi perbuatan yang salah, dan pada akhirnya… (akan) mengulangi kesalahan itu.
Mengapa manusia tetap saja melakukan kejahatan, keburukan, dosa, meskipun tahu bahwa itu salah?
Mengapa manusia selalu berkelit dengan mengatakan bahwa dia tergoda setan, bahwa dia khilaf, bahwa dia lepas kontrol?
Tuhan Yang Maha Pemberi Terang, jika demikian halnya, semua hal salah yang dilakukan manusia adalah hasil perbuatan makhluk lain (Setan), bukan perbuatannya sendiri? Begitu mudahkah mencari pembenaran sendiri?
Apakah semua perbuatan buruk itu bukan perbuatan orang itu sendiri? Mengapa harus mengatakan kalau perbuatan salah terjadi karena dia tergoda Setan?
Tuhanku Yang senantiasa melimpahkan nikmat-Mu pada seluruh umat-Mu, aku tahu, aku terlalu bodoh untuk memahami hal itu…
Tuhan Yang Maha Mendengar… sesungguhnya (bagiku) setan itu adalah diri manusia itu sendiri, karena dia terbawa oleh keinginannya yang liar dan bodoh! (terlepas dari pengertian bahwa Setan itu ada, tak terlihat dan tugasnya menggoda manusia tuk berbuat salah) .
Pada hakekatnya (dari apa yang kupelajari, kupahami, kurenungkan selama ini), semua perbuatan manusia selalu berasal dari manusia itu sendiri, dan selalu menuntut tanggung jawab yang sesuai dengan tindakan yang dilakukannya.
Bahwa, permohonan maaf, pengucapan Istighfar, pengakuan dosa, penebusan dosa dan hal/ritual lain yang bertujuan sama, tidak begitu saja menghapus dosa yang telah dilakukan, dan bisa mengulangi taubat agar diampuni dosanya saat manusia melakukan dosa lagi (baik dosa yang sama maupun dosa yang lainnya) .
Tak semudah itu taubat dilakukan, dan tak sesegera itu mendapat pengampunan dosa.
Pengampunan akan diberikan atau tidak kita tak kan pernah tahu sampai kita menjalani Hari Penghitungan. Yang kita tahu hanyalah reaksi orang di sekitar kita.
Karenanya, kesalahan, keburukan, kejahatan, kebodohan, hanya dapat dibetulkan, diselesaikan, diatasi oleh diri kita sendiri, bukan oleh orang lain. Orang lain hanya memberi tahu bahwa kita salah, berhasil tidaknya kita memperbaiki, tergantung dari usaha diri kita sendiri.
Demikian juga semua akibat perbuatan kita, harus kita sendiri yang mempertanggungjawabkannya (baik-buruknya hasil perbuatan kita akan berimbas kepada orang-orang terdekat kita, langsung maupun tidak langsung) .
Ritual memohon pengampunan, bertaubat, baru memberi makna saat kita benar-benar memohon ampun, bertaubat dan tetap tidak mengulangi keburukan yang telah kita lakukan.
Tuhanku, shalat, sembah dan sujud, kebaktian yang dilakukan manusia serta ibadah lainnya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, yang bertujuan membuat manusia berahklak mulia, ternyata tak membawa hasil seperti yang diharapkan, mengapa masih banyak saja yang berbuat salah (termasuk aku sendiri) ?
Apa arti semua itu, Ya Allah?
Bagiku, semua itu baru mempunyai arti, mempunyai makna, mempunyai pengaruh, saat melakukannya dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa dan raga.
Ketika seluruh diri pribadi hadir dengan segenap ketulusan dan keiklasan, berserah diri, bersujud dan menyembah kehadirat-Mu Yang Maha Kudus Ya Ilahi…
Kala tak peduli akan omongan orang tentang apa yang kulakukan saat aku bersujud, bersyukur kehadapan-Mu Yang Maha Pemberi Ketentraman dan Kebahagiaan…
Hanya berpikir tuk bersyukur dan bersyukur, hanya berpikir untuk menyampaikan apa yang ada di kedalaman nurani kepada-Mu Yang Maha Waskita.
Dan tak boleh berhenti tuk tetap melakukan hal ini meskipun diriku tak bisa tuk sepenuhnya berpikir bahwa aku sedang bersujud, bersyukur, ke haribaan Yang Maha Tunggal… Karena, saat itu dilakukan… semakin jauh ku terperosok ke sesuatu yang salah!
Kontrol diri adalah dengan perenungan, dengan sembah sujud, dengan bersyukur, sekecil apapun bagian diri yang bersyukur…
Saat melakukannya dengan segenap kesadaran bahwa, semua ibadah yang dilakukan harus diimplementasikan di kehidupan nyata.
Bahwa, keburukan, kejahatan, serta sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai humanisme dan Ketuhanan akan menghancurkan kehidupanku (manusia) sendiri.
Bahwa tugas manusia adalah mencari dan mengetahui hakekat mengapa dia diciptakan, mencari dan mengetahui makna dan hakekat doa, sembah-sujud, dan ibadah yang dilakukannya, mencari dan mengetahui hakekat Kebenaran Sejati, Ketuhanan Yang Hakiki, dan hakekat Allah Yang Maha Segalanya.
Karena itu, setelah aku beribadah, berdoa, bersujud, bersyukur atas semu nikmat-Nya, aku tak seharusnya bertindak konyol, bertindak bodoh yang pada akhirnya merugikan diriku sendiri maupun orang lain.
Meskipun pada kenyataannya, aku masih saja kesulitan tuk menjadi yang terbaik bagi diriku sendiri, dan kesulitan tuk menjalankan semua perintah-Mu dan menjauhi semua larangan-Mu…
Menjalankan semua perintah-Mu dan menjauhi segala larangan-Mu, teramat susah walau mudah diucapkan, Ya Allah… Ya Rabbi… benar-benar penuh perjuangan agar semua bisa dilakukan dengan sepenuh hati dan pantang menyerah, Ya Sang Khaliq…
Dan tak boleh berhenti begitu saja saat menemui halangan serta rintangan dalam menjalani semua ini agar apa yang kita yakini dan pahami bisa benar-benar tercapai.
Tuhanku Yang Maha Memahami… benarkah pemahamanku ini? Ataukah ini sesuatu yang salah? Ataukah… ada pemahaman yang lebih dalam lagi? Hanya ini kemampuanku tuk memahami hal itu… Aku terlalu bodoh untuk memahami lebih dalam lagi…

Harapan dan Bakti

Dari satu sumber kita berasal…
Tak peduli dari mana pun kau lahir dan dibesarkan

Dari pertemuan dua jiwa kita terlahir di dunia…

Namun… kita bukanlah kepunyaan kedua jiwa itu

Manusia memang dilahirkan…

Namun kita bukan milik orangtua…

Beliau berdua hanya menjaga,

mendidik dan membesarkan kita
Hidup kita adalah milik kita sendiri…

Pertanggungan jawab hidup kita

Bukan dibebankan pada orangtua
Tetapi pada kita sendiri…
Baik buruk, suka duka…

Namun kita tak bisa pungkiri…

Orangtua-lah yang memberi kita dasar dari semua…
Berbakti pada orangtua tak cukup dengan kata!

Kebahagiaan kita adalah kebahagiaan orangtua

Kesusahan kita pun… menjadi kesusahan Beliau berdua…

Menjadi yang terbaik dalam hidup,

menggapai asa yang terpendam dalam dada,
Dan senantiasa berjalan di jalur hukum masyarakat, negara,
dan melangkah dalam jalan Ketuhanan
Adalah bakti terbaik seorang anak pada kedua orangtua

Senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik,
Lebih baik dari apa yang telah dicapai orangtua,
Adalah harapan yang terbungkus dalam doa dan restu orangtua kita
Terbungkus dalam nama yang diberikan kedua orang tua kita

Seribu rintangan, ujian, kegagalan

kan ada di jalan yang kita tempuh
tuk capai semua, tuk capai keberhasilan

Tak semudah dalam angan,
tak semudah membalikkan telapak tangan…
 
Akankah kau penuhi harapan Beliau berdua yang begitu sederhana…
Atau… kan kau kecewakan Beliau berdua?

Akankah semua bahagiamu kan menjadi bahagia Ayah dan Bundamu?

Atau… kan menjadi kepedihan Ayah dan Bundamu?

Akankah terpahami olehmu maksud baik kedua orangtuamu…

Atau… hanya timbulkan luka mendalam di jiwamu?

Akankah diterima dan terpahami keinginanmu…

Sebagaimana kau terima dan pahami keinginan kedua orangtuamu?

Waktu yang terentang antara dua generasi…

Dapatkah menjembatani perbedaan situasi
dan kondisi yang telah jauh berbeda?

Harapan dan bakti…

Kadang terletak pada sisi yang bersebarangan…
Tak bisa menyatu… bawa pedih dan luka…
Saat kau lalui hari demi hari… tuk gapai angan dan citamu…

Harapan dan bakti…

Seringkali (dan seharusnya)… berjalan beriringan…
Menyatu dan timbulkan ketegaran…
Tuk lalui hari demi hari… tuk capai semua asa dan mimpi…

Akankah kau dapati semua harapanmu…

Dan penuhi baktimu pada Ayah dan Bunda tercinta?

Ataukah kan semua kan seperti minyak dan air Yang tak bisa menyatu seiring sejalan?

Guru Sejati

Guru Sejati bagi komunitas Jawa/orang yang mempelajari budaya Jawa (untuk komunitas / budaya yang lain mungkin sebutannya berbeda) adalah suatu sosok yang agung yang hanya bisa dijumpai dengan jalan tertentu, saat mana kita mencapai kondisi kesadaran tertinggi – kebenaran hakiki sehingga mendapat pencerahan batin. Pencerahan batin inilah saat yang disebut bertemu dengan Guru Sejati.
          Pencerahan batin ini dapat diperoleh dari uraian seorang Guru (meskipun pencerahan ini tanpa bertemu Guru Sejati), maupun dengan jalan melakukan tata cara tertentu (yang diajarkan oleh orang yang tahu dan mengerti tata cara tersebut) sehingga kita mencapai taraf Kesadaran Tertinggi dan Kebenaran Hakiki.
          Pencerahan batin ini bukan hanya membuka batin kita, tetapi juga membuka akal, pikiran serta kesadaran kita secara menyeluruh.
          Dan menurut apa yang kupelajari, Guru Sejati hanya bisa didapat/ditemui apabila kita sudah mengetahui hakekat hidup kita sendiri (apa, bagaimana, darimana kita berasal, akan kemana, dan mengapa kita ada di bumi ini). Tentu hal ini bisa kita capai setelah kita mempelajari dari seorang Guru yang benar-benar mumpuni dan memiliki ilmu yang sejati. Meskipun pada beberapa orang terpilih (Nabi, Rasul, Orang Winahyu) hal ini (hakekat hidup) dipahami tanpa bantuan Guru secara fisik, dan tentu pemahaman Orang-orang Terpilih ini lebih dalam dari apa yang bisa ditangkap oleh manusia biasa.
Secara teori mudah, tapi untuk mencapai sesuatu yang Sejati memang tak pernah didapat dengan mudah, andaikan kita mendapat dengan mudah, kita akan mengalami kesulitan untuk mencerna itu semua.
Susah? Tentu!
Kecepatan untuk menangkap dan mencerna berkaitan dengan IQ dan EQ serta spiritualitas masing-masing orang. Hal ini tidak bisa dipaksakan, karena setiap orang memiliki batas sendiri-sendiri untuk menerima, memahami dan menghayatinya.
So, kembali pada pertanyaan yang sampai saat ini selalu mengusik benakku, sebuah pertanyaan yang teramat sederhana namun penuh dengan tantangan, dan… jawaban dari pertanyaan ini merupakan cermin hidup kita di masa depan, pertanyaan itu adalah :
“Kau ingin menjadi orang biasa/kaprah atau ingin menjadi orang linuwih/orang utama?”
Meskipun tidak terlihat adanya hubungan antara pertanyaan ini dengan proses mencari Guru Sejati tetapi, untuk dapat menemukan Guru Sejati harus dilalui dengan upaya yang tak kenal lelah dan berusaha tuk mencapai apa yang dicita-citakan dengan segenap usaha yang lebih keras daripada orang biasa.
Karena orang yang sudah bertekad menemui Guru Sejati, maka dia sebenarnya tengah berusaha menjadi orang yang utama dan luhur sesuai dengan takaran dirinya sendiri dalam batas maksimal keilmuan dan pemahaman yang dimilikinya.
Satu hal yang pasti, jika apa yang kita perbuat tidak mencerminkan keluhuran budi dan keutamaan diri, jangan harap dapat bertemu Guru Sejati.
Saat kau menemukan seorang manusia yang telah bertemu Guru Sejati, maka darinya akan kau peroleh pengertian tentang semua hal yang kau tanyakan. Kan kau temukan tentang hakekat hidup dan kehidupan ini.
Akan jelas bagimu bagaimana kau menjalani hidup ini, dalam bertindak dan berperilaku, dalam mencari ilmu yang bermanfaat, dalam mencari rizqi yang halal serta nikmat, dan juga dalam mencari jodoh yang berkah.
Setelah kau tahu asal mula kehidupanmu, untuk apa kau hidup, bagaimana kau menjalani hidup ini,bagaimana dan akan kemana kehidupan sesudah matimu, maka kau akan tahu apa dan bagaimana kau bertindak dan berusaha untuk mencapai keinginan dan cita-citamu.
Yups, hampir semua hal tersebut telah banyak diterangkan dalam ajaran – ajaran agama (Islam, Kristen, Katolik, Nasrani, Hindu, Budha, Yahudi, dll), namun apa yang kau dapati dari orang yang telah bertemu Guru Sejati akan lebih mendalam lagi. Entah Beliau itu seorang Kiai, Pendeta, Rabi Yahudi, Pastur, Brahmana atau yang lainnya yang aku tak tahu sebutannya.
Dalam beberapa keterangan, Guru Sejati bukanlah seperti yang kuuraikan di atas. Beberapa kalangan mengatakan Guru Sejati itu adalah diri sendiri yang tak hentinya berusaha, belajar tanpa mengenal batasan usia, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal dari usaha untuk meraih cita-cita.
Berusaha dan belajar untuk menjadi setingkat lebih baik dari yang sudah dicapai, senantiasa merasa bahwa jika orang lain bisa melakukan, mengapa diri sendiri tak bisa melakukan hal yang sama – sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
So, Guru Sejati adalah kemampuan dan kemauan kita untuk senantiasa berusaha tanpa mengenal lelah dalam meraih sesuatu yang lebih baik, lebih sempurna yang pada akhirnya membuat kita mencapai tataran tertinggi dalam kehidupan kita, senantiasa percaya akan kemampuan diri sendiri namun tetap sumeleh tanpa wates (berserah diri sepenuhnya pada Allah Yang Maha Kuasa setelah berusaha dengan sekuat tenaga) dalam segala hal.
Siapa, kemana dan apa yang akan kau cari tentu agar bisa bertemu Guru Sejati akan bertumpu pada kepercayaan, agama serta pemahaman dan ilmu yang kau anut dan kuasai…

Pencarian Guru Sejati

Sepi, hampa, tiada dasar…
Dari tiada… menjadi ada… dan kembali pada ketiadaan

Kedalaman hati yang kau gali…
Kan membawamu ke kedalaman yang tak terhingga
Kehampaan dalam diri…
Akan lenyap begitu saja dengan datangnya pencerahan

Semua akan ada dan tiada, sesuai dengan apa yang kau cari…
Kesejatian, kesempurnaan, atau… kepura-puraan?
Saat kau cari kesejatian, kesempurnaan…
Tiada mudah kan kau dapati!
Terjerumus dalam kepalsuan, dalam kerancuan…
Ataukah… terbimbing ke dalam kemurnian?
Itu semua kan kau dapati… sesuai dengan jalan yang kau pilih!

Cari, cari, dan teruslah mencari!
Sampai batas akhir kemampuanmu mencari!
Carilah Guru, carilah Orang Pandai dan Berilmu!
Tanyakan apa yang ingin kau ketahui tentang Kesejatian, Kesempurnaan… semuanya!

Dapatkan jawaban yang pasti untuk pegangan
Tinggalkan Guru yang menjawab, ”Belum saatnya….”
Karena sebenarnya ia tak tahu apa yang kau tanyakan
Carilah Guru yang mau menjelaskan dari awal sampai akhir.

Satu yang harus kau ketahui!
Saat kau menemukan Seorang Guru yang mau menjelaskan dari awal sampai akhir
Apa yang kau tanyakan, apa yang ingin kau ketahui…
Maka, kau harus siap dengan segala resiko yang ada
Kau harus siap dengan kejutan-kejutan yang kan membuatmu terpana, dan tak bisa apa-apa
Membuatmu kehilangan ilmu yang selama ini telah kau pelajari
Semua…serasa terbalik dari apa yang kau ketahui
Dan…resiko tertinggi dari hal itu adalah…
Kau menjadi gila karena tak sanggup tuk mencerna,
Tak sanggup tuk menerima, tak sanggup tuk mengolah
Apa yang disampaikan dan diajarkan oleh Guru Sejati

Saat kau temukan Guru yang Sejati,
Kau akan mengetahui siapa sebenarnya dirimu,
apa sebenarnya dirimu, apa maksud namamu…
Dari mana kau berasal, bagaimana dirimu sekarang…
Dan akan kemana engkau nanti saat mati

Akan kau ketahui, apa yang selayaknya,
Sebenarnya kau cari di kehidupanmu sekarang…
Akan menjadi apa engkau dan bagaimana cara mencapainya?

Semua akan kau dapatkan dengan gamblang saat kau bertemu Guru Sejati.

Jangan terlena oleh indahnya dunia,
Jangan terlena oleh nikmatnya pangkat,
Jangan terlena oleh keindahan fisik / luar,
(jangan terlena oleh kecantikan wanita dan ketampanan pria)
Karena akan membawamu ke dalam kehancuran!
Kan membawamu dalam penyesalan yang dalam!

Nikmati itu semua dalam batasan yang wajar,
Namun… janganlah engkau berlebih atas semua itu.
Kau harus cukupi kebutuhan hidupmu, keluargamu
Bukan kau lebihkan!
Karena cukup telah memenuhi segalanya!

Cari, cari, dan teruslah mencari
Sapa sabenere Diri Pribadi nira,
Apa makna dan tujuan Manungsa Sejati
kang Lenggah ing Kamanungsane