Duluuu... Jamanku kecil, sering mendengar para orangtua berkata pada anaknya tentang Sembur, Tutur dan Uwur. Bahkan seringkali, Sang Anak diperintahkan agar meminta Sembur dan Tutur pada pinisepuh, sesepuh, yang dituakan di daerah setempat yang jadi pepunden setempat.
Sedangkan Uwur, biasanya tidak dibicarakan di muka umum, tapi secara pribadhi antara Orang Tua dan Anak.
Dewasa ini, ketiga kata tersebut sudah jarang terdengar. Hanya pada komunitas/kalangan masyarakat Jawa tertentu saja yang masih menggunakannya pada saat Anak-anak mereka menjelang dewasa dan atau akan merantau baik untuk belajar diluar daerah maupun bekerja.
Ketiga kata tersebut sekarang sering diringkas menjadi 'Sangu saka wongtua' (bekal dari orangtua) yang jika dirinci tetap 3 hal. Doa, petunjuk dan uang tuk bekal awal mandiri.
Tentunya, ini tetap sesuai dengan Sembur, Tutur lan Uwur. Sebab maknanya sama.
Sembur adalah donga pangestu inggih doa restu dari orangtua atau sesepuh atau pepunden utk para putra wayah alias anak cucu agar senantiasa diberi kelancaran, keselamatan, kesuksesan yang penuh rahmat dan berkah Gusti Allah (tansah ingesihan dening Gusti, pinaringan rahayu widodo basuki raharja ing samudayanipun).
Tutur adalah petunjuk dan atau arahan, piwulang, pelajaran, tuntunan dari orangtua, sesepuh, dan atau pepunden pada anak cucu bagaimana langkah terbaik untuk mencapai cita-cita sesuai dengan minat, kemampuan dan kapasitas anak cucu, sehingga bisa mrantasi gawe, bisa makaryo dg baik dan memperoleh kesuksesan kang berkah.
Uwur adalah pemberian harta benda dari orangtua, sesepuh dan atau pepunden untuk bekal anak cucu dalam menjalani hidup dengan harapan bisa membuat anak cucu urip kepenak.
Untuk yang benar-benar mampu, ketiga hal itu akan diberikan sendiri oleh orangtua pada anaknya. Sedangkan secara umum, Orangtua hanya akan memberikan 1 atau 2 hal dan untuk melengkapinya, akan menyuruh Sang Anak untuk meminta pada pinisepuh, tokoh atau pepunden setempat.
Bahkan, lebih sering para orangtua hanya berkata, "Tek sangoni donga slamet, ben tansah slamet saparan-paran (ku bekali doa selamat, agar senantiasa selamat dimanapun)."
Begitu sederhana, namun memiliki makna yang dalam. Tentang bagaimana pengaruh dari doa tersebut dan atau Sembur, Tutur lan Uwur pada perjalanan hidup Sang Anak, sangat tergantung dari iguh pratikele, usaha dan ikhtiar Sang Anak dalam menjalani hidupnya.
Kebumen, 28 Mei 2015
-Dati-
Gendhu-gendhu rasa, nguda rasa ben ra dadi pikiran, mikir ben ora asal ngrasakna. Sebuah refleksi perjalanan hidup
Entri yang Diunggulkan
Dahulu Mana, Telur dan Ayam?
Pertanyaan klasik dan ajeg yg jadi bahan debat tanpa ujung jika ngrembug bab Sangkan adalah... . . . . . Disit ndi endog karo pitik? (Dulu m...
Kamis, 18 Juni 2015
Sembur, Tutur lan Uwur
Awal Ramadhan Tahun Ini Terasa Berbeda
Apa yg berbeda antara puasa hari pertama tahun ini dengan tahun lalu?
Suara corong mushallah dan masjid.
Beda?
Ya!
Tahun lalu, tadarusan mpe lewat tengah malem pake corong, jam 2-2.30an dah mulai rame mbangunin sahur diselingi qiraah mpe saat imsyak dilanjut adzan dan iqamat Shalat Subuh.
Tahun ini? Tadarusan jam 22.30an dah selesai, jam 3an baru mulai mbangunin sahur itu pun g sekenceng dulu dan hanya sesekali, cenderung sepi, hampir g ada selingan qiraah sampai tiba waktu imsyak. Setelah itu, baru qiraah, puji-pujian dilanjut adzan dan iqamat Shalat Subuh rame berkumandang.
Rupanya perkataan Pak Wapres, Pak Menteri Agama diikuti oleh para takmir mushallah dan masjid di daerahku. Entah di tempat lain. (Setidaknya untuk hari pertama Ramadhan tahun ini, hari berikutnya aku belum tahu).
Apakah mengurangi bobot bulan Ramadhan?
G kok...
Suasana yg cenderung sepi malah bikin hati jadi lebih tertata dan bisa lebih meresapi makna Ramadhan itu sendiri, palagi saat dengar istri membaca beberapa surat pendek ditutup Ayat Kursi... Maknyeees... Tu bagiku, entah bagi orang lain. Mungkin ini ku rasa karena aku g suka rame-rame (maaf, bising), semadya saja plus hawa malam yang dingin semingguan ini mpe kalau pagi pedhut mengambang pekat di atas desa dan persawahan.
Tu yang membuatku merasa Awal Ramadhan ini berbeda dengan tahun lalu, dari suasana lahiriah nembus ke batiniah.
Tahap akhir dari setiap Ramadhan lah yang sebenarnya akan berbeda atau sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Akankah hanya mendapat lapar dan dahaga tanpa ada perubahan pada perilaku menuju akhlak mulia, ataukah benar-benar berbeda dari sebelumnya? Bukan hanya bisa menahan lapar dan dahaga, akan tetapi juga benar-benar memperbaiki diri dan perilaku menuju akhlak mulia (meskipun seharusnya, tanpa ibadah Ramadhan pun hal ini harus tetap dilakukan), sehingga pada saat Idul Fitri benar-benar kembali Fitri?
Jujur saja, inilah tahap terberat dari Ramadhan itu sendiri.
Bisakah benar-benar mbengkas hawa nafsu ataukah hanya sekedar menjadi ritual rutin tanpa makna?
Jawabnya kembali pada diri kita sendiri dalam menjalani Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang.
Selamat menjalani Ibadah Puasa Ramadhan dan ibadah lainnya tuk mengisi bulan penuh berkah ini bagi yang menjalani. Semoga memberi nikmat penuh berkah bagi kita semua, benar-benar menurunkan rahmat bagi seluruh alam semesta seisi. Amin amin amin Ya Rabbal 'Alamin.
Kamis, 18 Juni 2015
1 Ramadhan 1436 H
-Djati-
Langganan:
Postingan (Atom)